DalamMuthala'ah edisi terakhir yakni pada hari Kamis (12/05/2022) yang berlangsung di Aula Masjid Al Muhajirin Muhammadiyah Boarding School (MBS) Al-Furqon Cibiuk, tema yang diangkat cukup sensitif yaitu tentang Konsep Tauhid di kalangan Ahlu al-Sunah wa al-Jamaah. Tauhid adalah keyakinan mengenai Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang tidak Jakarta Apa itu tauhid perlu dipahami oleh setiap Muslim. Pasalnya, hal ini berkaitan dengan sifat keesaan Allah SWT, yaitu mengimani bahwa Allah SWT itu satu dan merupakan Dzat yang memiliki segala kesempurnaan, tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya. Tauhid merupakan akidah bawaan manusia, di mana Allah SWT telah menciptakan manusia memiliki fitrah beriman kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT, dan tiada Tuhan selain Allah SWT. Apa itu tauhid dipelajari sebagai ilmu akidah. Hal ini bertujuan untuk membuka wawasan umat Muslim tentang cara meningkatkan keimanan dalam beragama. Berikut rangkum dari berbagai sumber, Rabu 10/11/2021 tentang apa itu Tauhid menurut cendikiawan muslim ini adalah mengakui keesaann-Nya dengan mempelajari sifat-sifat Allah yang wajib, mustahil, dan yang bolehIlustrasi salat, Muslim, Islam. Foto oleh Monstera dari PexelsApa itu tauhid sudah sepatutnya kita sebagai umat Islam pahami. Secara bahasa, tauhid berarti menyatukan, menjadikan satu, atau menyifati dengan kesatuan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, apa itu tauhid dimaknai sebagai mengimani bahwa Allah SWT itu satu dan merupakan Dzat yang memiliki segala kesempurnaan, tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, apa itu tauhid adalah keesaan Allah SWT. Apa itu tauhid juga dapahami sebagai sikap meyakini bahwa Allah SWT Maha Suci, yang tidak memiliki kekurangan sedikit pun, seperti yang dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya. Apa itu tauhid juga berarti meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah SWT yang diturunkan dan disebarkan oleh para Rasul-Nya. Di samping itu, orang yang mampu menerapkan apa itu tauhid dengan baik dalam kehidupan, maka akan menjadi individu yang ikhlas dalam menerima setiap ketentuan Allah SWT. Dalam ajaran Islam, apa itu tauhid berkaitan dengan sifat keesaan Allah SWT, bahwa Allah itu satu. Setiap Muslim mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah, Sang Pencipta semesta alam dan segala isinya yang memiliki semua sifat kesempurnaan. Selain meyakini sifat keesaan dan kesempurnaan Allah, orang yang mempelajari dan menerapkan apa itu tauhid juga meyakini kebenaran setiap ajaran Rasul. Bahwa Rasul merupakan manusia utusan Allah SWT yang diberikan pengetahuan dan pelajaran agar dapat disebarluaskan kepada seluruh umat. Dengan begitu, meyakini kebenaran pengetahuan yang diajarkan Rasul, berarti sudah meyakini keberadaan Allah SWT dan ajaran yang berasal dari-Nya. Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmu ushul dasar agama atau ilmu akidah. Artinya, ilmu ini menjadi bekal pedoman bagi seluruh umat Islam dalam melakukan kewajibannya sebagai umat TauhidIlustrasi Muslimah Credit ibnu Taimiyah, apa itu tauhid dijabarkan menjadi 3 bagian, yaitu Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa sifat. Berikut penjelasannya Rububiyah Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an yang berbunyi “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” Az-Zumar 3962. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Namun pengakuan seseorang terhadap Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam, karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab Kepunyaan Allah.’ Katakanlah Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab Kepunyaan Allah.’ Katakanlah Maka dari jalan manakah kamu ditipu?'” Al-Mu’minun 86-89 Uluhiyah Uluhiyah dapat diartikan sebagai mentauhidkan atau mengesakan Allah dari segala bentuk peribadahan baik yang dzohir terlihat maupun batin. Itu artinya kamu beriman bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.” 'Al 'Imran 318 Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyah-Nya. Hal ini berarti mengesakan Allah SWT dalam segala macam ibadah yang kamu lakukan, seperti salat, doa, nazar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut ,dan berbagai macam ibadah lainnya. Di mana kamu harus memaksudkan tujuan dari semua ibadah tersebut hanya kepada Allah SWT semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” Shaad 385 Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta. Asma Wa Sifat Beriman bahwa Allah SWT memiliki nama dan sifat baik asmaul husna yang sesuai dengan keagungan-Nya yang telah Allah SWT tetapkan di Al-Qur’an dan As-sunah. Dalam bertauhid kepada asma wa sifat ini jangan dilakukan dengan adanya tahrif penyelewengan, ta'thil penolakan dan takyif penggambaran, dan tasybih penyerupaan. Umat Islam sendiri, mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah SWT yang wajib diimani. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah.”Keutamaan Mempelajari TauhidMasjid sebagai tempat beribadah umat islam sumber PixabayDikatakan, bahwa mempelajari ilmu tauhid penting untuk memahami kedudukan makhluk hidup dan pengaruhnya pada dunia. Seperti memahami mukjizat para nabi, ajaran yang bijak dan bermakna dari para wali, serta kesenangan yang Allah berikan kepada umat yang auh dari-nya sebagai bentuk ujian atau cobaan. Sehingga melalui ilmu tauhid, dapat digunakan sebagai pedoman untuk membedakan hal yang termasuk aqidah dan mana yang bukan. Selain itu, keutamaan mempelajari dan menerapkan tauhid dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menjauhkan diri dari kemusyrikan, mendudukkan soal wasilah, mendudukan soal khilafah atau politik dalam agama Islam. Dengan begitu, ilmu tauhid dapat menjadi pedoman bagi setiap umat muslim dalam menjalankan kehidupan agar terhindari dari pikiran buruk atau su’uzhan terhadap Allah SWT. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. PenjelasanPraktis Kitab Tauhid Ringkasan Qaulul Mufiid 22 Topik-topik | 7 Kuis-kuis [54] Bab Tidak Boleh Mengucapkan 'Abbdi wa 'Ammati (Hamba Lelakiku dan Hamba Wanitaku) [58] Bab Larangan Mencela Angin. munzir Reagama tauhid – 2007/02/28 1615Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, limpahan Keluhuran semoga selalu tercurah padsa anda dan keluarga, saudaraku yg kumuliakan, memang wajib bagi kita memberi peringatan dan membimbing apalagi keluarga kita sendiri, namun tak ada perintah untuk memaksa dengan kekerasan, saudaraku yg kumuliakan, kita telah diberi cara oleh Nabi saw dengan hadits beliau saw "Berilah kabar gembira dan janganlah membuat orang orang menghindar dan lari, permudahlah dan jangan dipersulit". shahih Bukhari maksud hadits ini adalah bahwa agar kita selalu berusaha menyenangkan mereka saat membimbing dan memerintah, misalnya kita ingin memerintah anak dan istri kita shalat, maka kita warnai perintah itu dengan kabar gembira, misalnya "hayoo.. siapa yg ingin dicintai oleh ayah maka ia shalat berjamaah…" atau himbauan himbauan indah lainnya, atau memuji mereka bila mereka menjalankan sunnah dg pujian kagum, seperti bersinarnya wajah, bertambah cantik, memberi hadiah, dan hal hal yg memberikan asumsi pada mereka bahwa karena mereka mengamalkan sunnah mereka lebih cantik, lebih dimuliakan, lebih banyak dilimpahi rahmat dan kebahagiaan, dan sesekali ajak pula mereka kunjung ke majelis majelis, agar cahaya ilahi menyinari sanubari mereka hingga lebih mudah untuk meninggalkan kemungkaran dan mendekat pada semua keluhuran, nah saudaraku, kalimat kuncinya adalah "tahdzir bilaa tanfiir" peringatan namun jangan membuat mereka menghindar dan menjauh. sebagaimana pula kita berdakwah pada orang orang yg masih dalam gelapnya dosa dalam masayarakat kita, jangan perintahkan seseorang shalat bila perintah shalat pada mereka akan membuat mereka murtad dan meninggalkan islam, karena dengan itu maka kita tidak memperbaiki mereka malah merusak keadaan, sebagaimana dokter dalam pengobatan mestilah berhati hati memberikan obat, agar tak terlalu keras karena obat keras akan menimbulkan efek lain yg timbul. saudaraku bersabarlah dalam membimbing keluarga, keberhasilan anda bukanlah membuat mereka mengamalkan sunnah, tapi membuat mereka mencintai sunnah, karena bila mereka mengamalkan sunnah maka barangkali itu hanya didepan anda saja, saat anda tak ada mereka meninggalkannya, namun bila anda membuat mereka mencintai sunnah maka mereka akan asyik dg sunnah dan itulah sebaik baik warisan untuk mereka, demikian saudaraku yg kumuliakan, wallahu a'lam
MemahamiTauhid Kompetensi Dasar : 2.2 Menjelaskan macam-macam tauhid (uluhiyah, rububiyah, mulkiyah, rahmaniayah dan lain-lain) Alokasi Waktu : 2 jam pelajaran ( 2 x 45 menit ) A. Tujuan Pembelajaran : Siswa mampu : 1. Menjelaskan pengertian Macam-macam tauhid (uluhiyah, rububiyah, mulkiyah, rahmaniayah dan lain-lain) 2.
الإِلْحَادُ فِي تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Penyimpangan dalam tauhid ar-Rububiyah ada 2 macam Pertama نَوَاقِضُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Pembatal-pembatal tauhid ar-Rububiyah Jika seseorang terjerumus dalam pembatal-pembatal tersebut maka tauhid ar-Rububiyahnya batal dan ia terjerumus dalam syirik akbar Kedua نَوَاقِصُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Pengurang kemurnian tauhid Ar-Rububiyah. Jika seseorang terjerumus dalam pengurang-pengurang ini, maka imannya tidak batal hanya saja ia terjerumus dalam syirik kecil ashghor. Pembatal-Pembatal tauhid rububiyyah diantaranya Pertama Atheism الْقَوْلُ بِعَدَمِ الرَّبِّakan datang pembahasan khusus akan hal ini di akhir pembahasan Kedua Berbilangnya Pencipta القَوْلُ بِتَعَدُّدِ الآلِهَةِ Perkataan ini bathil karena bertentangan dengan firman Allah, قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ Katakanlah “Dialah Allah, Yang Maha Esa.” QS Al-Ikhlas 1 Nabi juga berfirman, إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ “Sesungguhnya Allah itu Witr dan menyukai yang witr ganjil.” HR. Bukhari no. 6410 dan Muslim no. 2677 Diantara kelompok yang berpemahaman ini, Pertama Dualisme Yaitu meyakini ada dua tuhan. Ada beberapa kelompok yang meyakini dualisme, diantatanya Tsunawiyah, yaitu meyakini bahwa cahaya dan kegelapan adalah dua perkara yang azali. Namun meskipun mereka mengganggap cahaya dan kegelapan sama-sama azali akan tetapi tetap keduanya berbeda dalam banyak hal, dalam dzat, tabi’at, perbuatan, jenis, tempat lokasi, dan lainnya. Majusi, yang meyakini bahwa ada dua kekuatan di alam semesta yaitu cahaya/api dan kegelapan, hanya saja yang qodim azali adalah cahaya. Sementara kegelapan adalah hadits tidak qodim Al-Manawiyah, yaitu pengikut Mani bin Fatak. Mereka meyakini bahwa alam ini tercipta dari dua dzat yang azali, akan tetapi mereka berpendapat bahwa keduanya berbeda dari sisi jiwa, bentuk, perbuatan, dan pengaturan. Bedanya dengan Tsunawiah al-Manawiyah tidak menyatakan bahwa kedanya adalah cahaya dan kegelapan. Kedua Trinitas Yaitu meyakini 3 Tuhan. Diantara yang berkeyakinan trinitas adalah Hindu, yang mengatakan tuhan itu ada brahmana, wisnu, dan siwa. Nasrani, yang mengatakan tuhan itu ada tuhan bapa, tuhan anak, dan tuhan roh kudus Kelompok-kelompok yang mengakui bahwa tuhan ada dua atau tiga, naluri mereka tetap saja meyakini akan adanya tuhan yang satu. Kaum Nasrani yang meyakini tiga tuhan tetap berusaha mengatakan 3 sama dengan 1, kaum Hindu tetap meyakini Brahmana- lah tuhan yang paling top diantara semuanya, demikian pula Majusi yang meyakini tuhan api yang paling top. Ibnu Taimiyyah berkata أَنَّ إِثْبَاتَ رَبَّيْنِ لِلْعَالَمِ لَمْ يَذْهَبْ إِلَيْهِ أَحَدٌ مِنْ بَنِي آدَمَ، وَلاَ أَثْبَتَ أَحَدٌ إِلَهَيْنِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلاَ مُتَسَاوِيَيْنِ فِي الصِّفَاتِ وَلاَ فِي الأَفْعَالِ، وَلاَ أَثْبَتَ أَحَدٌ قَدِيْمَيْنِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلاَ وَاجِبَيْ الْوُجُوْدِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلَكِنَّ الإِشْرَاكَ الَّذِي وَقَعَ فِي الْعَالَمِ إِنَّمَا وَقَعَ بِجَعْلِ بَعْضِ الْمَخْلُوْقَاتِ مَخْلُوْقَةً لِغَيْرِ اللهِ فِي الإِلَهِيَّةِ بِعِبَادَةِ غَيْرِ اللهِ تَعَالَى، وَاتِّخَاذِ الْوَسَائِطِ وَدُعَائِهَا وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهَا، كَمَا فَعَلَ عُبَّادُ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَالْكَوَاكِبِ وَالأَوْثَانِ، وَعُبَّادِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمَلاَئِكَةِ أَوْ تَمَاثِيْلِهِمْ وَنَحْوِ ذَلِكَ. فَأَمَّا إِثْبَاتُ خَالِقَيْنِ لِلْعَالَمِ مُتَمَاثِلَيْنِ فَلَمْ يَذْهَبْ إِلَيْهِ أَحَدٌ مِنَ الآدَمِيِيْنَ “Sesungguhnya menetapkan dua Tuhan bagi alam maka tidak seorangpun dari keturunan Adam yang berpendapat demikian. Demikian juga tidak seorangpun yang menetapkan adanya dua sesembahan yang sama persis, atau menetapkan dua sesembahan yang sama persis dalam sifat-sifatnya atau perbuatan-perbuatannya, dan tidak seorangpun menetapkan dua qodim azali yang sama persis, tidak juga wajibul wujud yang sama persis. Akan tetapi kesyirikan yang terjadi di alam hanyalah terjadi dengan menjadikan sebagian makhluk adalah makhluk bagi selain Allah dalam peribadatan, yaitu dengan beribadah kepada selain Allah, demikian juga mengambil perantara-perantara lalu berdoa kepadanya dan bertaqorrub kepadanya. Sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah matahari, rembulan, bintang-bintang, berhala-berhala. Juga para penyembah para nabi dan para malaikat, atau patung-patung mereka dan yang semisalnya. Adapun menetapkan adanya 2 pencipta alam yang sama persis maka tidak seorangpun dari keturunan Adam yang berpendapat demikian” [1] Ketiga Adanya Tuhan selain Allah القَوْلُ بِوُجُوْدِ الرَّبِّ غَيْرِ الله Seperti Firaun yang mengaku dirinya adalah tuhan, demikian pula Namrud, atau Budha Sidharta Gautama yang diyakini oleh para pengikutnya sebagai tuhan. Firaun mengaku dirinya sebagai tuhan padahal dia tahu bahwa dirinya bukanlah tuhan. Allah berfirman tentang perkataan Musa, قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزَلَ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا Musa menjawab “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa”. QS Al-Isra’ 102 Orang pertama yang mengetahui kebohongan Fir’aun adalah dirinya sendiri. Ia tahu bahwa ia bukanlah tuhan, betapa banyak hal yang tidak mampu ia kerjakan, dan betapa ia tahu kelemahan dirinya akan tetapi karena kesombongan semata ia mengaku tuhan. Allah berfirman وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini kebenarannya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan QS An-Naml 14 Adapun kaumnya mengaku Firáun sebagai tuhan hanya karena dibodohi oleh Firáun. Allah berfirman وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلَا تُبْصِرُونَ، أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ، فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ، فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ Dan Fir´aun berseru kepada kaumnya seraya berkata “Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan bukankah sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihatnya. Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan perkataannya. Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?. Maka Fir´aun mempengaruhi kaumnya dengan perkataan itu lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. QS Az-Zukhruf 51-54 Namrud juga mengaku dirinya tuhan, sebagaimana saat Nabi Ibrahim berdialog dengan Namrud, أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya Allah karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”.Ibrahim berkata “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. QS Al-Baqarah 258 Berbeda dengan Budha, dirinya tidak pernah mengaku sebagai tuhan, pengikut-pengikutnya yang berlebihan lah yang kemudian mempertuhankannya. Budha tidak pernah menciptakan apa-apa, Budha hanyalah orang bijak, bahkan sahabat-sahabatnya di zaman awal juga tidak mempertuhankannya. Demikian pula Nabi Isa, sahabat-sahabatnya sama sekali tidak menyembah Nabi Isa, hingga datang Paulus dan pengikut-pengikutnya di zaman belakangan mulailah melakukan penyembahan terhadap Isa. Keempat Azalinya alam الْقَوْلُ بِقِدَمِ الْعَالَمِ Mereka mengatakan bahwa alam itu ada bersamaan dengan adanya tuhan, bukan adanya tuhan lalu tuhan menciptakan alam. Jelas ini perkataan yang bathil karena mengingkari sifat “mencipta” Tuhan. Nabi bersabda كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ “Dahulu Allah sendirian dan tidak ada sesuatupun selainNya” HR Al-Bukhari no 3191 Hal ini adalah keyakinan sebagian kaum falasifah seperti Ibnu Sina dan Faarobi. Kelima Adanya yang mengatur sebagian alam semesta selain Allah tetapi dengan izin Allah الْقَوْلُ بِوُجُوْدِ الْمُدَبِّرِ غَيْرِ اللهِ بِإِذْنِ الله Seperti anggapan sebagian manusia yang meyakini bahwa Allah memberikan hak otonomi kepada sebagian makhluknya untuk mengatur sebagian dari alam. Namun yang benar adalah Allah tidak pernah memberikan satu pun hak otonomi kepada selain diri-Nya untuk mengatur sebagian alam, bahkan malaikat pun tidak. Jika dikatakan bahwa ada malaikat yang mengatur hujan, maka itu hanyalah sekadar melaksanakan perintah Allah saja, adapun hak untuk mengaturnya malaikat tidak memilikinya. Oleh karena itu, keyakinan sebagian orang bahwa pantai selatan diatur oleh Nyi Roro Kidul adalah perkataan bathil dan merupakan kesyirikan di dalam bab tauhid rububiyyah. Demikian juga keyakinan sebagian orang bahwa gunung tertentu diatur oleh jin atau penunggunya juga merupakan kesyirikan dalam tauhid ar-Rububiyah. Demikian juga keyakinan sebagian kaum Syiáh Rofidhoh yang menyatakan bahwa dunia dan akhirat adalah milik para imam mereka, dimana para imam mengaturnya sesuai dengan yang mereka kehendaki. Mereka meyakini bahwa para imam mereka mengetahui ilmu ghaib, mereka mengetahui kapan mereka mati dan mereka tidak mati kecuali dengan izin mereka. Demikian juga keyakinan sebagian kaum sufiyah yang menyatakan bahwa As-Syaikh Abdul Qodir al-Jailani telah diberi “kun” oleh Allah, sehingga ia bisa menyatakan “kun fayakun” dengan izin Allah. Ali Al-Faasi, penulis kitab Jawaahirul Ma’aani fi Faydi Sayyidi Abil Abaas At-Tiijaani, menukil perkataan At-Tijani “Adapun perkataan penanya Apa makna perkataan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaani radhiallahu anhu “Dan perintahku dengan perintah Allah, jika aku berkata kun jadi maka yakun terjadilah” …dan juga perkataan sebagian mereka “Wahai angin tenanglah terhadap mereka dengan izinku” dan perkataan-perkataan para pembesar yang lain radhiallahu anhum, yang semisal ini maka perkataan Abdul Qodir al-Jailany radhiallahu anhu. Maknanya adalah Allah memberikan kepada mereka Khilaafah Al-Udzma kerajaan besar dan Allah menjadikan mereka khalifah atas kerajaan Allah dengan penyerahan kekuasaan secara umum, agar mereka bisa melakukan di kerajaan Allah apa saja yang mereka kehendaki. Dan Allah memberikan mereka kuasa kalimat “kun”, kapan saja mereka berkata kepada sesuatu “kun” jadilah maka terjadilah tatkala itu” [2] Keenam Keyakinan wihdatul wujud/hululiyyah/ittihadiyah وِحْدَةُ الْوُجُوْدِ Ini adalah perkataan Ibnu Arabi dan pengikut-pengikutnya, mereka mengatakan bahwa Allah bersatu dengan makhluk. Sesungguhnya pemahaman ini lebih kufur daripada Nasrani, jika sebagian Nasrani berkata bahwa Allah bersatu dengan Nabi Isa seorang, adapun wihdatul wujud meyakini Allah bersatu dengan semua makhluk. Ketujuh Keyakinan bahwa berhala memberi manfaat dan mudorot Kedelapan Berhukum dengan selain hukum Allah, seraya meyakini bahwa selain Allah berhak juga untuk mengeluarkan hukum yang setara dengan hukum Allah, atau lebih baik dari hukum Allah. Hal ini merupakan pembatal tauhid ar-Rububiyah karena Allah maha esa dalam menetapkan hukum-hukum, ketika seseorang meyakini ada selain Allah yang juga boleh menetapkan hukum yang nilainya sama dengan hukum Allah atau lebih baik maka pada dasarnya ia telah membatalkan tauhid ar-Rububiyahnya. Kesembilan Keyakinan bahwa gerakan/munculnya bintang dan planet mempengaruhi kejadian alam الاِعْتِقَاُد بِتَأْثِيْرِ النُّجُوْمِ وَالْكَوَاكِبِ عَلَى الحَوَادِثِ الأَرْضِيَّةِ Hal ini membatalkan tauhid ar-Rububiyah karena meyakini bahwa benda-benda langit yang merupakan benda mati ikut mempengaruhi peristiwa-peristiwa di bumi. Padahal yang menentukan kejadian-kejadian alam hanyalah Allah semata. Hal-hal yang mengotori kemurnian tauhid ar-Rububiyah نَوَاقِصُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Diantara hal-hal yang mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyah dan mengotori kemurniannya adalah Pertama Bersumpah dengan selain Allah Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat kekufuran atau berbuat kesyirikan” [3] Tidaklah seseorang bersumpah dengan selain Allah kecuali mengagungkannya. Jika ternyata ia memandang sesuatu tersebut keagungannya sama dengan Allah maka ia telah terjerumus dalam syirik besar, jika tidak maka ia terjerumus dalam syirik kecil. [4] Kedua Menyandarkan nikmat kepada selain Allah. Meskipun dengan meyakini bahwa selain Allah tersebut hanyalah sebab, akan tetapi seharusnya nikmat disandarkan kepada pemberi nikmat yang sesungguhnya. Seperti perkataan, “Kalau bukan polisi tentu saya sudah dirampok”, “Kalau bukan kelihaian nahkoda tentu kapal sudah tenggelam”, dan semisalnya. Justru dalam kondisi bersyukur karena selamat dari keburukan atau kekawatiran seharusnya seseorang mengingat Allah bukan malah mengingat sebab. Karena hal ini mengurangi nilai tauhid ar-Ribubiyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mengatur alam semesta, dan hanya Allah yang memberikan segala kenikmatan. Ketiga Menyandarkan kenikmatan kepada Allah dan juga kepada selain Allah dengan kata gandeng seperti kata gandeng “dan” yang mengesankan persamaan. Contoh mengatakan, مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ فُلاَنٌ “Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan”. Atau berkata, لَوْلاَ اللهُ وَفُلاَنٌ “Kalau bukan karena Allah dan si fulan”. Karena kedua perkataan di atas menunjukan seakan-akan kehendak si fulan menyamai kehendak Allah dalam menentukan terjadinya kejadian. Rasulullah bersabda لاَ تَقُوْلُوا مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ فُلاَنٌ، وَلَكِنْ قُوْلُوا مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شَاءَ فُلاَنٌ “Janganlah kalian berkata, “Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan”, akan tetapi katakanlah, “Atas kehendak Allah lalu kehendak si Fulan” [5] Keempat Protes kepada taqdir Allah dengan mengatakan “seandainya”. Sabda Nabi ﷺ , الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Orang mukmin yang tangguh lebih baik dan lebih Allah cintai dibanding mukmin yang lemah dan pada keduanya terdapat kebaikan. Upayakanlah segala yang bermanfaat bagimu, dengan tetap meminta pertolongan dari Allah dan jangan pernah merasa lemah. Bila engkau ditimpa sesuatu maka jangan pernah berkata, “Seandainya aku berbuat demikian niscaya kejadiannya akan demikian dan demikian”. Namun ucapkanlah, “Ini adalah takdir Allah dan apapun yang Allah kehendaki pastilah terjadi”, karena sejatinya ucapan ”seandainya” hanyalah membuka pintu godaan setan.” [6] Karena seseorang ketika ditimpa dengan apa yang dia tidak sukai, lantas ia berkata, “Seandainya…”, maka seakan-akan ia tidak setuju dan protes kepada keputusan Allah. Seakan-akan ia tidak setuju dengan “pengaturan” rububiyah Allah. Seharusnya ia berkata “Ini adalah takdir Allah dan apapun yang Allah kehendaki pastilah terjadi” yang menunjukan ia pasrah dengan ketetapan Allah. Kelima Mencela masa/waktu/zaman Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, قَالَ تَعَالَى يُؤْذِيْنِيْ ابْنِ آدَم، يَسُبُّ الدَّهْر، وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَار “Allah Ta’ala berfirman, Anak Adam manusia menggangguku, mereka mencela masa padahal aku adalah pemilik dan pengatur masa. Akulah yang menjadikan mala dan siang silih berganti’.” Dalam riwayat yang lain dikatakan, لَا تَسُبُّوا الدَّهْر، فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْر “Janganlah kalian mencela masa, karena Allah adalah Ad-Dahr itu sendiri.” Karena pada hakikatnya masa atau zaman tidaklah bisa berbuat apa-apa, ia diatur oleh Allah. Karenanya jika seseorang mencela masa sesungguhnya ia telah mencela sang pengaturnya yaitu Allah. Dan mencela pengaturan Allah berarti mencela rububiyah Allah. Keenam Mencela angin Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda لاَ تَسُبُّوْا الرِّيْحَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَا تَكْرَهُوْنَ فَقُوْلُوْا “Janganlah kamu mencaci maki angin. Apabila kamu melihat suatu hal yang tidak menyenangkan, maka berdoalah اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحِ، وَخَيْرِ مَا فِيْهَا، وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيْحِ، وَشَرِّ مَا فِيْهَا، وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, dan kebaikan yang untuknya Kau perintahkan ia, dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dan keburukan yang ada di dalamnya, dan keburukan yang untuknya Kau perintahkan ia.” HR. Tirmudzi, dan hadits ini ia nyatakan shahih. Hal ini sama dengan yang sebelumnya mencela masa, karena angin tidaklah berkehendak, ia diatur oleh Allah. Jika seseorang mencela angin berarti ia mencela pengaturnya. Dan mencela pengaturan Allah berarti mencela rububiyah Allah. Ketujuh Keyakinan bahwa perbuatan hamba bukan ciptaan Allah الْقَوْلُ بِأَنَّ أَفْعَالَ الْعِبَادِ غَيْرُ مَخْلُوْقَةٍ Ini adalah perkataan kaum Qadariyyah, mereka meyakini bahwa ada hal yang tidak diciptakan oleh Allah di alam semesta ini, yaitu perbuatan hamba. Dengan demikian melazimkan ada pencipta selain Allah. Karenanya Nabi bersabda tentang qodariyah الْقَدَرِيَّةُ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ، وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تَشْهَدُوهُمْ “Qodariyah adalah Majusi umat ini, jika mereka sakit maka jangan jenguk mereka, dan jika mereka mati maka jangan hadiri janazah mereka” [7] Hal ini karena majusi mengatakan bahwa ada dua pencipta, pencipta kebaikan yaitu cahaya/api, dan pencipta keburukan yaitu kegelapan. Sama halnya dengan qodariyah yang menyatakan bahwa keburukan perbuatan manusia tidak diciptakan oleh Allah. Kelaziman dari keyakinan qodariyah ini seharunya membatalkan bukan sekadar mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyyah, hanya saja para ulama tidak mengkafirkan mereka karena syubhat yang ada pada mereka. Kedelapan Keyakinan bahwa “penciptaan” adalah “ciptaan/makhluk” itu sendiri الخَلْقُ هُوَ الْمَخْلُوْقُ Ini adalah pernyataan Jahmiyah yang diikuti oleh Asyaíroh karena ingin menghindar dari kaidah mereka sendiri مَا تَحُلُّهُ الْحَوَادِثُ فَهُوَ حَادِثٌ “Apa yang ditempati oleh hawadits sesuatu yang baru maka ia juga baru”. Menurut ahlus sunnah bahwasanya sifat Allah al-kholq penciptaan adalah sifat yang qodim azali yang tegak di dzat Allah, hanya saja Allah menciptakan kapan saja Allah kehendaki dengan berkata “Kun”. Allah menciptakan Adam álaihis salam bukan di zaman azali tetapi di kemudian hari ketika Allah hendak menciptakannya, demikian pula Allah menciptakan langit dan bumi. Bagi Jahmiyah dan Asyaíroh bahwa kondisi Allah menciptakan di waktu yang tertentu adalah sesuatu yang merupakan kejadian baru pada diri Allah, yang melazimkan berarti Allah melakukan “penciptaan” terus menerus, dan ini berarti terjadi kejadian-kejadian baru pada dzat Allah dan ini tentu tidak boleh dalam kaidah mereka. Sehingga mereka mentakwil “kholq penciptaan” dengan “makhluk” yang terjadi terus menerus[8]. Kelaziman dari pernyataan “penciptaan adalah makhluk itu sendiri” sebenarnya adalah membatalkan tauhid ar-Rububiyah karena menafikan sifat “penciptaan” yang merupakan sifat utama Tuhan sebagai Pencipta. Akan tetapi para ulama tidak mengkafirkan mereka karena ada syubhat yang ada pada diri mereka. Seperti mereka mengatakan bahwa makhluk tercipta bukan dengan “penciptaan” akan tetapi dengan sifat al-irodah yang qodim dengan pemunculan irodah yang berkaitan dengan penciptaan yang otomatis karena sudah diprogramkan dalam irodah qodimah. Kesembilan Keyakinan bahwa semua makhluq tersusun dari al-Jawahir al-Mufrodah Ahlus sunnah meyakini bahwa Allah menciptakan manusia dari unsur yang berbeda dari unsur untuk menciptakan hewan, pohon, batu, dan air. Atau satu makhluk tercipta dari berbagai unsur. Berbeda dengan mayoritas al-Jahmiyah, al-Mu’tazilah, dan al-Asyaíroh. Menurut mereka yang pertama Allah ciptakan adalah al-Jauhar al-Mufrod, dari al-Jauhar al-Mufrod itulah Allah menyusun dan memisahkan sehingga menjadi langit, menjadi bumi, menjadi api, menjadi air, dll. Semuanya berasal dari unsur terkecil yang sama yang disebut dengan al-Jauhar al-Mufrod[9]. Jadi Allah tidak pernah menciptakan benda-benda dan makhluk-mahkluk yang berdiri sendiri, akan tetapi Allah menciptakan sifat-sifat yang tegak pada al-jawahir al-mufrodah tersebut. Jadi anak yang lahir dari rahim, buah yang timbul dari pohon, api yang muncul dari batu bara, semuanya asalnya adalah unsur yang sama yaitu kumpulan al-Jauhar al-Mufrod hanya saja Allah rubah sifat-sifatnya dengan 4 cara الاِجْتِمَاعُ dikumpulkan, الاِفْتِرَاقُ dipisahkan, الحَرَكَةُ gerakan, dan السُّكُوْنُ diam sehingga berubah pula bentuknya. Ini tentu mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyah Allah yang menciptakan dengan apa yang Allah kehendaki, dan tidak terbatas pada al-Jauhar al-Mufrod. Ini merupakan aqidah yang batil dari 3 sisi Pertama Mayoritas manusia menolak adanya keyakinan tentang al-Jauhar al-Mufrod. Pendapaat ini juga tidak dikenal dari seorangpun dari kalangan para sahabat, para tabiín, para imam yang ma’ruf. Kedua Menurut mereka yang dimaksud dengan al-Jauhar al-Mufrod yaitu sesuatu yang satu sisinya tidak terbedakan dengan sisi yang lain, tidak terbedakan antara kanan dan kirinya, bahkan mereka mengatakan bahwa ia tidak ada ukurannya. Tentu ini hanyalah hayalan semata, dan tidak ada di alam nyata. Allah telah menjadikan ukuran/takaran bagi segala sesuatu. قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا “Allah menjadikan bagi segala sesuatu ukuran” QS At-Tholaq 3. Jika al-Jauhar al-Mufrod sifatnya seperti yang mereka sebutkan tidak terbedakan antara kanan dan kirinya, tidak ada ukurannya, maka Allah tidak pernah menciptakan makhluk yang seperti itu, karena setiap makhluk pasti ada kadar/ukurannya. Ketiga Pada hakikatnya pendapat ini melazimkan bahwasanya Allah tidak menciptakan sesuatu dari sesuatu. Karena menurut mereka unsurnya tetap ada yaitu kumpulan al-Jauhar al-mufrod hanya saja Allah memberi bentuk pada unsur-unsur tersebut. Keempat Kenyataan yang ada menurut ilmu kimia bahwasanya unsur bukan hanya satu, bahkan banyak unsur yang berbeda-beda. Demikian juga unsur bisa berubah menjadi unsur yang lain dengan proses kimia. Tentu diketahui bahwa unsur yang menyusun kaca tentu tidak sama dengan unsur yang menyusun buah kurma, tidak sama pula dengan unsur yang menyusun air mani. Demikian juga unsur yang menyusun malaikat tidak sama dengan unsur yang menyusun jin dan manusia. Kelima Pada hekikatnya pendapat ini mengingkari “penciptaan” Allah, karena Allah menurut mereka hanyalah menyusun tanpa menciptakan unsur yang baru Keenam Jika hakikat penciptaan hanyalah 4 perkara berkumpul, berpisah, bergerak, dan diam yang terjadi pada al-jauhar al-mufrod, maka seharusnya tidak akan terjadi sesuatu yang baru, karena tidak terjadi proses kimia. Sebagaimana air jika digabungkan atau dipisahkan atau didiamkan atau digerakan maka tidak akan menimbulkan benda lain selain air itu sendiri, hanya saja terjadi perubahan bentuk, akan tetapi bendanya tetaplah air. Ini tentu bertentangan dengan kenyataan, bahwa benda manusia tentu tidak sama dengan benda kaca.[10]. Ketujuh Teori al-Jauhar al-Fard bukanlah teori islami, akan tetapi teori Yunani yang dicetuskan oleh Dimokritos 460 SM – 370 SM yang terkenal dengan teori atom-nya. Justru dengan teori atom tersebut pala filsuf Yunani menyatakan tentang azalinya alam, dan dijadikan batu loncatan untuk mengingkari adanya tuhan. Hal ini karena mereka meyakini bahwa atom-atom penyusun alam azali dan tidak akan pernah punah, dan hanya berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya karena perubahan interaksi dari satu atom dengan atom lainnya. Akan tetapi teori atom inipun diperselisihkan oleh para filsuf Yunani terdahulu[11]. Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA. _______________________ [1] Dar’ Taáarud al-Áql wa an-Naql 9/344 [2] Jawaahirul Ma’aani wa Buluug Al-Amaani 2/62 [3] HR At-Tirmidzi no 1535 dan dishahihkan oleh Al-Albani [4] Lihat al-Qoul al-Mufiid, al-Útsaimin 2/211 [5] HR Abu Daud no 4980 dan dishahihkan oleh Al-Albani [6] HR. Muslim No. 2664 [7] HR Abu Daud no 4691 dan dihasankan oleh Al-Albani [8] Lihat جُهُوْدُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ فِي تَقْرِيْرِ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّة 1/207-217 [9] Lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah di Majmuu al-Fataawa 17/244-245, Minhajus Sunnah 2/139 dan Dar at-Taáarud 3/442-445 dan 8/320 [10] Lihat جُهُوْدُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ فِي تَقْرِيْرِ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّة 1/196-206 [11] Lihat Muqoddimah fi Naqd Madaaris ilmi al-Kalaam, Dr Mahmuud Qoosim, hal 13
Rububiyahadalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu Rabb.Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-murabbi (pemelihara), an-nashir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih ( yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (pemimpin) Dalam terminologi syariat Islam, istilah tauhid rububiyah berarti " Meyakini bahwa hanya Allah satu-satunya Pencipta
Daripengertian Tauhid menurut istilah yang telah kita ketahui bersama, maka kita telah mengetahui bahwa Tauhid terbagi menjadi tiga, yaitu : 1. Tauhid Rububiyyah 2. Tauhid Uluhiyyah 3. Tauhid Asma' wa Shifat. Pertama : Tauhid Rububiyah. Artinya mengesakan Allah -subhanahu wa ta'ala- dalam hal perbuatanNya.
Karenahal ini mengurangi nilai tauhid ar-Ribubiyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mengatur alam semesta, dan hanya Allah yang memberikan segala kenikmatan. Ketiga : Menyandarkan kenikmatan kepada Allah dan juga kepada selain Allah dengan kata gandeng (seperti kata gandeng " dan ") yang mengesankan persamaan.
ATHEISMEOleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Sebagaimana telah lalu, bahwasanya diantara pembatal tauhid ar-Rububiyah adalah meyakini tidak ada pencipta (atheism). Penulis menyendirikan dan mengkhususkan pembahasannya karena memang membutuhkan konsentrasi tersendiri untuk menelaahnya, mengingat begitu banyak syubhat seputar hal ini yang semakin tersebar di zaman ledakan informasi saat ini.
Tauhidadalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukannya. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidlah (menurut ajaran islam) yang akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan kebahagiaan yang hakiki di akhirat kelak. Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta
Salah satu perkara aqidah yang gencar di dakwahkan oleh sebagian kalangan saat ini adalah pembagian tauhid kepada tiga; Rububiyah, Uluhiyah dan Asma` wa shifat. Pembagian tauhid tiga ini dilakukan oleh seorang insan yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Taimiyyah sekitar abad ke-7 Hijriah sehingga perlu diketahui bahwasanya pembagian ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw
cotxNl.
  • d64s9515br.pages.dev/399
  • d64s9515br.pages.dev/699
  • d64s9515br.pages.dev/339
  • d64s9515br.pages.dev/754
  • d64s9515br.pages.dev/23
  • d64s9515br.pages.dev/826
  • d64s9515br.pages.dev/518
  • d64s9515br.pages.dev/963
  • d64s9515br.pages.dev/396
  • d64s9515br.pages.dev/372
  • d64s9515br.pages.dev/533
  • d64s9515br.pages.dev/898
  • d64s9515br.pages.dev/771
  • d64s9515br.pages.dev/986
  • d64s9515br.pages.dev/433
  • pertanyaan tentang tauhid rububiyah